DIPERSILAHKAN MENYEBARKAN ARTIKEL BLOG DENGAN MENYERTAKAN LINK SUMBERNYA

Jumat, 18 September 2015

Parodi 'Al-Mujaahid' Hani bin Buraik (2)

'AL-MUJAAHID' HANI BIN BURAIK
MENGAGUNGKAN PAKAR FILSAFAT KAFIR


Oleh: Abdul Mushowwir Bin Abdil Qadir Al-Jawi


Tidak tersembunyikan lagi bagi seorang muslim yang memahami kedudukan sunnah dalam Islam bahwasanya tegar / tsabat di atas sunnah merupakan perkara yang sangat agung dan mulia, oleh karena itu dahulu para salaf begitu mengkhawatirkan ketergelinciran kaki mereka dari kemurnian agama ini, Allah ta’ala berfirman,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

(Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”. (QS: Ali Imran: 8)

Begitu pula Rasulullah shalallahu alaihi wasallam pun kerap mengulang-ulang do’a beliau,

[يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك [ أخرجه الترمذي، برقم  2140

“wahai Dzat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agamamu “ [HR. Tirimidzi]

Namun sangat disayangkan betapa para ahli bid’ah dan penyeru kesesatan tidak menyadari kadar keagungan tegar di atas sunnah, banyak kita dapati carut marut polah tingkah mereka dengan bergelimang di dalam syubhat-syubhat penyeru kesesatan, masih saja kita dapati keterjatuhan mereka dalam sebuah bid’ah kepada bid’ah lainnya yang lebih dahsyat, berpindah dari satu kesalahan kepada kesalahan yang lainnya, yang demikian itu salah satu sebabnya tak lain adalah karena pengaruh kuat dari tokoh-tokoh penyimpangan yang telah lama mengakar di dalam jiwa, serta penyakit hati yang mendera jiwa lama terpendam di dalam dada.

Telah berlalu dalam episode pertama dari tulisan ini, sedikit penjelasan akan betapa bahayanya tindakan mengagungkan dan memuji orang-orang yang menyimpang, memuji keilmuan mereka dalam bidang tertentu, juga memuji akhlak dan adab mereka, perbuatan semacam itu merupakan sebuah bentuk upaya pengkaburan secara terselubung guna menyisipkan manhaj muwazanat yang bid’ah terhadap penyimpangan dan pelakunya bahkan terhadap orang-orang kafir murtad, seperti inilah model ahli tamayyu’ gaya baru berstandart ganda.

Pun demikian masih saja orang-orang yang begitu tergila-gila dengan sang syekh melakukan berbagai upaya pembelaan bertubi yang semakin mengukuhkan standart ganda mereka dalam bermanhaj. Meskipun sang syekh telah melakukan tindakan klarifikasi atas pengagungannya kepada para pakar filsafat kafir tersebut, namun bagi seorang yang mau sedikit saja menalar banyak sekali kejanggalan dalam konteks klarifikasi sang syekh dari pengagungan tersebut, benarkah sang syekh telah bertaubat ?! Insyaallah akan kita kupas tuntas pada artikel yang lain di kesempatan berikutnya, pun begitu jika memang anggaplah taubat tersebut benar adanya, maka disana masih tersisa beberapa catatan kaki mengenai kiprah sang syekh yang diper’syekh’kan secara mendadak menggunakan senyawa kimia dengan rumus kimia ‘cac2’. Banyak dan seringnya sang syekh tergelincir dalam kesalahan membuat umat menjadi meragukan kapasitasnya dalam mengemban tonggak dakwah salafiyyah, terlebih lagi untuk dinaik pangkatkan sebagai rujukan. Lebih dari itu, perkaranya tidaklah sebatas pada bersegeranya rujuk dari kesalahan ataukah tidak, tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut merupakan perkara yang patut disyukuri, namun tahdzir atasnya tetap harus ditegakkan demi penjagaan terhadap agama dan umat agar tidak memilih kucing dalam karung, oleh sebab itu dahulu para ulama jarh wa ta’dil dengan sigap menyibak segala hal yang membahayakan kemurnian sebuah ilmu dengan menjelaskan sosok pembawa ilmu tersebut yang dikenal dalam istilah sebagai, perawi hadits.

Sebelum para pembaca memasuki inti bab ada baiknya mari kita simak penjelasan para ‘Ulama mengenai aturan-aturan syar’i dalam mengambil ‘ilmu dari seorang guru/ pengajar

Syaikhul Islam dalam ilmu mustholah, al-hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani menyebutkan di dalam risalahnya berjudul “nukhbatul fikr” bahwa sebab ditolaknya sebuah riwayat berporos kepada dua permasalahan,

ثم المردود إما أن يكون لسقط أو طعن

  • Sebab pertama adalah terputusnya sanad
  • Sebab kedua adalah adanya tho’n/ celaan yang terdapat pada seorang perawi


الطعن إما أن يكون لكذب الراوي أو تهمته بذلك أو فحش غلطه أو غفلته أو فسقه أو وهمه أو مخالفته أو جهالته أو بدعته أو سوء حفظه

Kemudian beliau merinci bahwa sebab dicelanya seorang perawi berkutat pada sepuluh perkara yang salah satunya adalah fuhsy gholat (banyak kekeliruan)

روى الخطيب البغدادي عن عبد الرحمن بن مهدي أنه كان لا يترك حديث رجل إلا رجلاً متهماً بالكذب أو رجلاً الغالب عليه الغلط

“Al-Khotib Al-Baghdadi meriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Mahdi bahwasanya beliau dahulu tidaklah meninggalkan mengambil periwayatan hadits dari seseorang kecuali terhadap seorang yang tertuduh berdusta atau seorang yang banyak kekeliruannya “

Dan termasuk pula dalam hukum tersebut seorang perawi yang sedikit kekeliruannya namun tatkala terjatuh dalam kekeliruan dia terjatuh dalam jenis kekeliruan yang fatal yang menunjukkan betapa sedikitnya kapasitas keilmuannya (dhobtnya)

Permisalah yang demikian itu adalah apa yang terjadi pada seorang perawi bernama aiman bin naabil,diriwayatkan di dalam kitab -sualaat al-hakim lid daruqhutni-,

قلت: (فأيمن بن نابل)، قَالَ: لَيْسَ بِالْقَوِيّ خَالف النَّاس، وَلَو لم يكن إِلَّا حَدِيث التَّشَهُّد(13)خَالفه اللَّيْثُ وَعَمْرو بن الْحَارِث وزَكَرِيا بن خَالِد عَن أبي الزبير

Berkata Al-Hakim : ”aiman bin naabil ?, maka Ad-Daruqhutni menjawab, ‘dia tidaklah kokoh, menyelisihi riwayat orang-orang, meskipun itu hanya pada hadits tentang tasyahud, al-layts dan Amr bin al-Harits dan Zakariya bin Kholid meriwayatkan dari Abu Zubair’.”

Berkata Ibnu Sholah dalam muqoddimahnya :

يُعْرَفُ كَوْنُ الرَّاوِي ضَابِطًا بِأَنْ نَعْتَبِرَ رِوَايَاتِهِ بِرِوَايَاتِ الثِّقَاةِ الْمَعْرُوفِينَ بِالضَّبْطِ وَالْإِتْقَانِ، فَإِنْ وَجَدْنَا رِوَايَاتِهِ مُوَافِقَةً – وَلَوْ مِنْ حَيْثُ الْمَعْنَى – لِرِوَايَاتِهِم ْ، أَوْ مُوَافِقَةً لَهَا فِي الْأَغْلَبِ وَالْمُخَالَفَة ُ نَادِرَةُ، عَرَفْنَا حِينَئِذٍ كَوْنَهُ ضَابِطًا ثَبْتًا، وَإِنْ وَجَدْنَاهُ كَثِيرَ الْمُخَالَفَةِ لَهُمْ، عَرَفْنَا اخْتِلَالَ ضَبْطِهِ، وَلَمْ نَحْتَجَّ بِحَدِيثِهِ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ

“dapat diketahui apakah seorang perawi itu dia dhobith ataukah tidak dengan membandingkan periwayatan dia dengan riwayat orang-orang yang tsiqoh lagi terpercaya yang dikenal dengan dhobith dan kekuatan hafalannya, maka jika kita dapati riwayat seorang perawi mencocoki riwayat para perawi yang tsiqoh lagi terpercaya meskipun dari sisi makna atau mencocoki dalam banyak periwayatan, dan penyelisihannya sangat jarang, maka dapat kita ketahui bahwa perawi tersebut dhobit kokoh, namun apabila kita dapati perawi tersebut banyak menyelisihi perawi yang lebih tsiqoh lagi terpercaya maka dapat kita ketahui kacaunya hafalan dia, dan yang demikian keadaannya kita tidak berhujjah dengan ilmunya “


PUJIAN & PENGAGUNGAN ‘Al-MUJAAHID’ HANI BIN BURAIK KEPADA 2 TOKOH BAPAK FILSAFAT DUNIA

'Al-Mujaahid' Hani bin Buraik berkata dengan lantang dalam sebuah muhadhorohnya bertajuk “keadilan bagi barat” [dengarkan disinimemuji serta mengagungkan dua bapak filsafat dunia Al-Farobiy dan Jabir bin Hayyan yang telah dikafirkan oleh beberapa ulama,

لو ترجع إلى كل العلوم فيزياء, كيمياء, أحياء, بصريات, الطب ستجد أقطابها الأولون هم المسلمون. ترجمت كتبنا إلى لغاتهم بل إنّ بعض النظريات ما استطاعوا أن يبعدوا اسم العالم المسلم منها. جابر بن حيان و الفارابي….. هؤلاء وإن كنا عندنا بعض الملحوظات على عقائدهم لكن … هم من المسلمين محسوبون على الإسلام وكانت علومهم من العلوم الدنيوية هي جذوة أو الشرارة الأولى التي بنى عليها العالم. أجمع هذه الحضارة العلمية و التقنية المعاصرة

“jika engkau melihat ke masa lalu dari setiap ilmu-ilmu fisika, kimia, biologi, optik, kedokteran maka akan kau dapati bahwa pencetus awal mereka adalah para muslimun, kitab-kitab kita diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa mereka (barat), bahkan sebagian dari ilmuwan riset tidak mampu untuk menjauhkan nama seorang alim muslim dari penelitian mereka, Jabir bin Hayyan dan Al-Farobiy... Mereka meskipun kami memiliki beberapa catatan terkait aqidah keduanya, namun mereka termasuk kaum muslimin dan teranggap ahlul islam


‘Al-Mujaahid’ Hani bin Buraik seorang tokoh yang beberapa tahun ini begitu banyak mencuri perhatian dunia per-salafi-an dengan keberaniannya yang luar biasa dalam menyentak kepada “manhaj” seorang yang tampak dari beberapa polah tingkahnya seakan membuat kita berdecak kagum, seorang yang tampak begitu membenci penyimpangan hizbiyyah dan ahli bid’ah, tak diduga tak dinyana telah menganggap dua tokoh papan atas per-filsafat-an dunia yang telah divonis kafir oleh banyak dari ulama sebagai seorang muslim serta menganggap enteng kesalahan keduanya dalam permasalahan aqidah yang sangat berbahaya dengan sebuah ungkapan terhadap keduanya,

هؤلاء وإن كنا عندنا بعض الملحوظات على عقائدهم لكن … هم من المسلمين محسوبون على الإسلام

mereka meskipun kami memiliki beberapa catatan terkait aqidah keduanya, namun mereka termasuk kaum muslimin dan teranggap ahlul islam

Kemudian setelah itu ‘Al-Mujaahid’ Hani bin Buraik memuji keduanya dan membanggakan mereka atas sumbangsih serta jasa besar mereka terhadap umat manusia dalam dunia ilmu pengetahuan, dengan pernyataannya dalam sebuah muhadhoroh,

وكانت علومهم من العلوم الدنيوية هي جذوة أو الشرارة الأولى التي بنى عليها العالم. أجمع هذه الحضارة العلمية و التقنية المعاصرة

“dan dahulu keilmuan mereka dalam urusan duniawi termasuk yang terdepan dan merupakan percikan pertama yang alam ini dibangun di atasnya, telah bersepakat dunia ilmu pengetahuan dan inovasi modern atas hal tersebut ” [kaset : “keadilan pada barat”]


SIAPAKAH AL-FAROBI DAN JABIR BIN HAYYAN

Siapakah Al-Farobi dan Jabir bin Hayyan yang jatidiri aslinya sengaja disembunyikan oleh ‘Al-Mujaahid’ Hani bin Buraik dalam ceramahnya, sehingga dengan sebab itu tak sedikit manusia yang tersesatkan darinya ?!

1. Al-Farobi

Al-Farobi dia adalah Abu Nasr Muhammad Al-Farobi, lahir pada tahun 260 H bertepatan dengan tahum 874 M dan wafat tahun 339 H/ 950 M.

Perkataan ulama tentangnya

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

 “وقد ذكر عبد اللطيف بن يوسف أن الفارابي كان قد تعلق بالفلسفة في بلاده فلما دخل حران وجد بها من الصابئة من أحكمها عليه و ابن سينا إنما حذق فيها بما وجده من كتب الفارابي فهؤلاء و أتباعهم حقيقة قولهم هو قول الصابئة المشركين الذين هم شر من مشركي العرب وهؤلاء عند من لا يقبل الجزية إلا من أهل الكتاب لا تؤخذ منهم الجزية إلا أن يدخلوا في دين أهل الكتاب – الرد على البكري

“sungguh ‘Abdul Latif bin Yusuf telah menyebutkan bahwasanya Al-Farobi sangat terpengaruh dan bergantung dengan ilmu filsafat di negerinya, maka tatkala dia pindah ke negeri Hirron dia mendapati bahwa penganut aliran as-shobiah (salah satu sekte nasrani) telah menisbahkan ilmu filsafat kepadanya, adapun Ibnu Sina hanyalah sekedar mempelajari ilmu filsafat yang dia dapati dari kitab-kitab Al-Farobi (karena di negeri Hirron penduduknya lebih mengenal ilmu filsafat dari sosok Ibnu Sina, sedangkan dia sebenarnya banyak mempelajari dan mengambil ilmu filsafat justru dari kitab-kitab Al-Farobi), maka mereka (Al-Farobi, Ibnu Sina dan para ahli filsafat) pada hakekatnya madzhab mereka adalah madzhab penganut aliran as-shobiah yang musyrik dimana mereka itu lebih jelek dari kaum musyrikin arab, dan keberadaan mereka disisi pendapat yang menyatakan bahwa tidaklah diterima jizyah (pajak) melainkan dari kalangan ahli kitab, maka tidaklah diambil dari mereka jizyah (bahkan diperangi) kecuali sampai mereka masuk ke agama ahli kitab ” [rod ‘alal bakri]

Dan beliau rahimahullah juga berkata, menukil perkataan Al-Farobi :

إنَّ الْوِلَايَةَ أَعْظَمُ مِنْ النُّبُوَّةِ كَمَا يَقُولُ كَثِيرٌ مِنْ الْفَلَاسِفَةِ : إنَّ الْفَيْلَسُوفَ أَعْظَمُ مِنْ النَّبِيِّ ؛ فَإِنَّ هَذَا قَوْلُ الْفَارَابِيِّ

“sesungguhnya kedudukan wali itu lebih agung daripada kenabian, sebagaimana kebanyakan dari ahli filsafat berpendapat dengannya sebagaimana perkataan Al-Farobi; sesungguhnya ahli filsafat itu lebih agung daripada seorang Nabi [majmu’ al-fatawa]

وقال أيضا ( وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ : يَجُوزُ الْكَذِبُ لِمَصْلَحَةِ رَاجِحَةٍ وَالْأَنْبِيَاءُ فَعَلُوا ذَلِكَ وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ  بَلْ هَذِهِ تَخَيُّلَاتٌ وَأَمْثِلَةٌ مَضْرُوبَةٌ لِتَقْرِيبِ الْحَقَائِقِ إلَى قُلُوبِ الْعَامَّةِ وَهَذِهِ طَرِيقَةُ الْفَارَابِيِّ وَابْنِ سِينَا ؛ لَكِنْ ابْنُ سِينَا أَقْرَبُ إلَى الْإِيمَانِ مِنْ بَعْضِ الْوُجُوهِ

“Dan beliau rahimahullah berkata, ‘dan diantara mereka (orang-orang filsafat) menyatakan bolehnya berdusta demi suatu maslahat yang pasti, dan itulah metode yang telah ditempuh oleh para Nabi (dalam berdakwah), bahkan seluruh dakwah nabi merupakan bentuk pengkhayalan belaka, serta penggambaran dalam bentuk permisalan untuk mendekatkan pemahaman sesuai alam nyata kepada hati umat secara umum, dan yang di atas metode yang demikian itulah Al-Farobi dan Ibnu Sina berjalan. Namun Ibnu Sina lebih dekat kepada iman dari beberapa sisi (dibanding Al-Farobi).

Ibnul Ma’ad rahimahullah dalam syadzrotidz dzahab mengatakan,

وقال ابن العماد في شذرات الذهب [2/353] :  أكثر العلماء على كفره وزندقته حتى قال الإمام الغزالي في كتابه “المنقذ من الضلال” : لا شك في كفرهما أي الفارابي وابن سينا

“kebanyakan para ulama berpendapat atas kafir dan zindiqnya al-farobi, bahkan Al-Imam Al-Ghazali dalam kitabnya -al-munqidz minad dolal- menyatakan: ‘tidak diragukan sedikitpun atas kekufuran keduanya yaitu Al-Farobi dan Ibnu Sina”

Al-Ghazali dengan segudang kebid’ahannya, namun dalam perkara ini telah tepat dalam mendudukan kedudukan al-farobi dan ibnu sina di atas kekafiran.

Dan dinukilkan pula dari Al-Ghazali bahwa dia mengatakan :

“seluruh kesalahan yang para ahli filsafat yang menisbahkan diri mereka pada islam (padahal islam baro’ dari mereka) diantara mereka al-farobi dan ibnu sina maka berkutat pada dua puluh pokok keyakinan, yang tiga diantaranya mengharuskan pengkafiran kepada mereka sedangkan tujuh belasnya mengharuskan pentabdi’an terhadap mereka”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata tentang Al-Farobi,

 كان على طريقة سلفه : من الكفر بالله تعالى وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر فكل فيلسوف لا يكون عند هؤلاء كذلك فليس بفيلسوف في الحقيقة وإذا رأوه مؤمنا بالله وملائكته وكتبه ورسله ولقائه متقيدا بشريعة الإسلام نسبوه إلى الجهل والغباوة إغاثة اللهفان من مصائد الشيطان

“dia di atas jalan salafnya (yaitu tokoh filsafat yunani arsetoteles) berupa kafir kepada allah dan malaikatnya dan kitab-kitabnya dan rasul-rasulnya serta hari akhir, maka setiap ahli filsafat berpendapat barangsiapa yang tidak mengkufuri rukun iman tersebut maka dia bukanlah seorang ahli filsafat sejati, dan apabila mereka mendapati seseorang beriman kepada allah dan malaikatnya dan kitab-kitabnya dan beriman terhadap pertemuan dengan allah di hari akhir berprinsip dengan syariat islam seketika mereka mensifatinya dengan jahil dan dungu” [ighotsatul laghfan]

Asy-syekh al-mujaddid abdurrahman bin hasan dalam kitab -misbah ad-dholam- dan -addurorus sunniyah- tentang Al-Farobi,

  أنه من دعاة المشركين

“dia termasuk penyeru kesyirikan”

 أنه عربت كتب الفلاسفة اليونانية القبورية الوثنية، وعكف عليها كثير ممن تفلسفوا في الإسلام، أمثال الفارابي الكافر، وابن سينا ……. وغيرهم ممن لعبوا بالإسلام كما لعب بولس بالنصرانية * الموسوعة العقدية – الدرر السنية

“dia telah menterjemahkan kitab-kitab filsafat yunani penyembah kubur dan berhala ke dalam bahasa arab, dan dengan sebab itu banyak dari manusia yang akhirnya terpengaruh dengan ilmu filsafat islam, semisal Al-Farobi yang kafir dan Ibnu Sina…… dan selain mereka dari golongan orang-orang yang bermain-main dalam Islam sebagaimana Paulus bermain-main pada agama nashara

Adapun tiga permasalahan yang berkonsekwensi pengkafiran terhadap keduanya adalah,

“Sesungguhnya jazad ini tidaklah dibangkitkan, namun yang dibangkitkan hanyalah ruh,
Sesungguhnya allah hanya mengetahui seluruh perkara secara umum tanpa mengetahuinya secara terperinci,
Sesungguhnya alam semesta ini tidak ada permulaan dan tidak pula berakhir
Berikut ini bantahan kibar ulama ahlus sunnah terhadap orang-orang yang memasukkan al-farobi dan ibnu sina dalam lingkaran islam.”

Al-‘Allamah Muhammad Aman Al-Jami' [disini]
Al-‘Allamah muhammad bin hadi al-madkholi [disini]


2. Jabir bin Hayyan

Dia adalah Jabir bin Hayyan bin ‘Abdillah pakar ilmu kimia dan perbintangan dan pertambangan dan filsafat dilahirkan pada tahun 101 H bertepatan tahun 721 M

Perkataan ahlu ilmi tentangnya,

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,

 وَأَمَّا جَابِرُ بْنُ حَيَّانَ صَاحِبُ الْمُصَنَّفَاتِ الْمَشْهُورَةِ عِنْدَ الْكِيمَاوِيَّةِ فَمَجْهُولٌ لَا يُعْرَفُ وَلَيْسَ لَهُ ذِكْرٌ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ وَلَا بَيْنَ أَهْلِ الدِّينِ

“adapun Jabir bin Hayyan dia adalah seorang penulis yang terkenal dalam bidang ilmu kimia, majhul tidak dikenal dikalangan ahlu ilmu tidak pula dikalangan ahli agama ” [fatawa ibnu taimiyyah ]

Berkata asy-syaikh Ihsan Ilahi Dzohir rahimahullah,

جابر بن حيان , وهو صاحب كيمياء شيعي

“Jabir bin Hayyan pakar kimia beraqidah syi’ah”

==============

Wahai pembaca sekalian, Al-Imam Muhammad bin Abdil Wahab rahimahullah dalam risalahnya yang berjudul nawaqid al-islam dalam poin pembatal yang ketiga menyatakan,

  من لم يكفر المشركين أو شك في كفرهم أو صحح مذهبهم كفر

“barangsiapa yang tidak mengkafirkan kaum musyrikin atau ragu terhadap kekafiran mereka atau membenarkan mazhab mereka maka dia kafir”

Asy-syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

 ومن لم يكفر الكافر فهو مثله إذا أقيمت عليه الحجة وأبين له الدليل فأصر على عدم التكفير , كمن لا يكفر اليهود أ والنصارى أو الشيوعيين أو نحوهم ممن كفره لا يلتبس على من له أدنى بصيرة وعلم ) مجموع فتاوى ابن باز /

“barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang kafir maka dia semisal dengannya, jika telah ditegakkan padanya hujjah dan dijelaskan padanya dengan dalil kemudian dia tetap dalam pendiriannya dengan tidak mengkafirkan orang kafir, seperti seorang yang tidak mengkafirkan yahudi atau nasrani atau komunis atau yang semisal mereka yang kekufuran tidaklah tersamarkan bagi seorang yang sedikit saja memiliki pengetahuan terhadap agama ” [majmu’ al-fatawa]

Maka sungguh benar sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam,

إن الله لا يقبض هذا العلم انتزاعاً ينتزعه من صدور الناس ولكن بقبض العلماء حتى إذا لم يبقِ عالماً اتخذ الناس رؤوساً جهالاً فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا - رواه البخاري ومسلم عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما

 “sesungguhnya Allah itu tidak akan mencabut ilmu agama dengan seketika dari dada manusia, namun dengan cara mematikan orang-orang yang berilmu. Sehingga jika Allah tidak lagi menyisakan seorang pun yang berilmu maka manusia mengangkat para pemimpin dalam agama dari kalangan orang-orang yang bodoh. Para pemimpin tersebut mengeluarkan fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan orang lain” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu).

Dan sebagai penutup risalah ini ada baiknya kita kembali menilik, petuah bijak dari ‘Al-Mujaahid’ Hani bin Buraik tatkala mewasiatkan kepada umat ;

".'قال: 'أمثل هذا يؤتمن على دين؟ أمثل هذا يؤتمن على تعليم طلاب علم؟ أمثل هذا نؤمن أطفالنا وأبناءنا عليه“

Apakah terhadap yang semisal ini agama dipercayakan ?!

Apakah terhadap yang semisal ini pendidikan para thulabul ilmi dipercayakan ?!

Apakah terhadap yang semisal ini kita percayakan anak-anak kita kepadanya ?!

sumber bacaan :
Majmu’ Al-Fatawa Syaikhul Islam
Siyar A’lamin Nubala
Risalah Al-Akh Abu Abdillah Abdul Basith Al-‘Adeni
Beberapa literatur Lainnya


18 Rabiul Awwal 1436 H
Ma’had As-Salafy Republik Yaman


Thullabul Ilmi Yaman