KAIDAH UMUM:
SETIAP PERKARA YANG DAPAT MENYEBABKAN TERJADINYA FITNAH MAKA WAJIB UNTUK BERPALING DARINYA
SETIAP PERKARA YANG DAPAT MENYEBABKAN TERJADINYA FITNAH MAKA WAJIB UNTUK BERPALING DARINYA
Asy-Syaikh Al-'Allamah Ubaid Al-Jabiri hafidzahullah
» والقاعدة : أن كل ما أحدث فتنة يجب الكف عنه ! كل ما أحدث فتنة ؛ يعني حتى لو أن صحيح البخاري أحدث فتنة أمسكنا عن نشره.
لو كنا في بلد صحيح البخاري يحدث فيها فتنة و يحدث فيها مفاسد فنحن درء للمفسدة نمسك عن توزيعه هذه قاعدة عامة !!! »
dan kaidahnya:
bahwasanya setiap perkara yang dapat menyebabkan terjadinya fitnah, maka wajib untuk memalingkan diri darinya ! Setiap perkara yang dapat menyebabkan fitnah !
bahwasanya setiap perkara yang dapat menyebabkan terjadinya fitnah, maka wajib untuk memalingkan diri darinya ! Setiap perkara yang dapat menyebabkan fitnah !
Yakni bahkan apabila kitab shohih Al-Bukhari dapat menyebabkan fitnah maka kita menahan diri dari penyebarannya. Seandainya kita berada di suatu negeri, kitab shohih Al-Bukhari dapat menyebabkan terjadinya fitnah dan menyebabkan terjadinya berbagai kerusakan, maka -pendapat- kami dalam rangka mencegah mafsadah/ kerusakan adalah kita menahan diri dari menyebarkannya, yang demikian ini adalah kaidah yang umum. "
====================
Catatan kaki
:
Pada penjelasan asy-syaikh al-'allamah Ubaid
Al-Jabiri di atas menjelaskan kepada
kita bahwasanya diperbolehkan bagi seseorang untuk mengalah dari permasalahan
yang prinsipil dalam aqidah pada kondisi darurat/ terpaksa dalam rangka
menghindari terjadinya fitnah/ kerusakan yang besar seperti hilangnya nyawa
dan semisal dengan itu.
Dan asal dari penjelasan tersebut adalah dibangun
dari sebuah kaidah fiqhiyyah yang telah tetap di sisi para ulama :
» درء المفاسد مقدم على جلب المصالح »
"mencegah terjadinya kerusakan lebih
didahulukan daripada meraih kemaslahatan"
berdasarkan kaidah di atas kemudian asy-syaikh
Ubaid waffaqohullah berijtihad dengan
sebuah kaidah :
» كل ما أحدث الفتنة يجب الكف عنه
"setiap perkara yang dapat menimbulkan
fitnah maka wajib untuk menahan diri darinya"
Kaidah di atas bersifat mujmal/ global, tidak bisa
dipahami secara mutlak akan tetapi butuh kepada perincian. dikarenakan tidak
selalu sesuatu yang menyebabkan fitnah maka diharuskan menahan diri darinya.
Contohnya:
Dakwah yang dilakukan oleh Rosulullah shalallahu 'alaihi wasallam dan para Shahabat radiallahu anhum dalam rangka menegakkan
kalimat tauhid melawan kaum musyrikin arab, padanya terdapat fitnah berupa
penindasan, pengusiran, sampai kepada tingkat peperangan, namun meskipun begitu
tidak boleh untuk kemudian berhenti dari berdakwah kepada tauhid meskipun
resikonya adalah timbul fitnah.
begitu pula pada permasalahan jihad fi sabilillah
melawan orang-orang kafir selama terpenuhi syarat-syaratnya dan tertiadakan
penghalang-penghalang ditegakkannya jihad, padanya terdapat mafsadah yang besar
berupa hilangnya nyawa namun tidak boleh kemudian dengan alasan itu kemudian
jihad ditinggalkan karena maslahat yang ada di balik itu jauh lebih besar dan
pasti yaitu tegaknya tauhid, tersebarnya Islam dan terhasilkannya pahala yang
besar. oleh karena itu Allah ta'ala berfirman :
كتب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئا وهو شر لكم والله يعلم وأنتم لا تعلمون
"diwajibkan atas kalian berperang, padahal
berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. boleh jadi kalian membenci
sesuatu, padahal itu amat baik bagi kalian, dan boleh jadi pula kalian menyukai
sesuatu, padahal itu amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedang kalian
tidaklah mengetahui" [QS. Al-Baqoroh 216]
Para ulama berbeda pendapat tentang permasalahan
apakah diperbolehkan untuk mengalah pada kondisi darurat dari permasalahan yang
prinsipil dalam agama, seperti asy-syaikh Sholih Al-Fauzan, asy-syaikh Sholih
Al-Luhaidan dan asy-syaikh al-mufti Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhohumallah tidak memperbolehkan
dan mereka membantah dengan keras hujjah orang yang berpendapat
diperbolehkannya untuk mengalah dari permasalahan agama yang prinsipil berdalil
dengan kisah mengalahnya Rasulullah shalallahu alihi wasallam dari penulisan
"Muhammad rasulullah" pada perjanjian Al-Hudaibiyyah.
Oleh karena itu asy-syaikh al-'allamah Sholih
Al-Luhaidan hafidzahullah kemudian membantah bahwa kaidah yang disebutkan oleh
asy-syaikh al-'allamah Ubaid Al-Jabiri merupakan kaidah yang rusak, kemudian
beliau memberikan permisalan bahwa apakah jika Al-Qur'an menimbulkan fitnah
kemudian dengan sebab itu jadilah Al-Qur'an ditinggalkan, tentu tidak akan
mungkin.
Asy-syaikh ‘Ubaid hafidzahullah memberikan sebuah permisalan dengan kitab shohih
Al-Bukhari, dan telah diketahui secara umum bahwa kitab shohih Al-Bukhari
adalah sebuah kitab yang berisi kumpulan hadits-hadits shohih dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam yang mana itu
merupakan wahyu dari Allah dan sunnah Rasulullah termasuk permasalahan yang
prinsipil dalam aqidah yang tidak boleh untuk ditinggalkan dengan dalil akan
menimbulkan fitnah.
Asy-syaikh al-'allamah Sholih Al-Luhaidan kemudian membantah permisalan
dari asy-syaikh Ubaid yang membawakan contoh terkait kaidah di atas dengan
kitab shohih Al-Bukhari dengan perkataan beliau :
هذه القاعدة الفاسدة لا يمكن كلام الرسول يحدث الفتنة
كلام الرسول صلى الله عليه و سلم لا يحدث الفتنة ! الفتنة في ترك كلام الرسول !
"yang demikian itu adalah kaidah yang rusak !
tidak mungkin perkataan Rasul menimbulkan fitnah ! fitnah itu timbul dengan
sebab meninggalkan perkataan rasul "
begitu pula samahatu asy-syaikh al-'allamah
al-mufti ‘Abdul Aziz Alu Syaikh membantah
kaidah yang disebutkan oleh asy-syaikh Ubaid
dengan menyatakan :
"itu adalah ucapan yang batil ! ucapannya
adalah batil !"
PERINGATAN
:
Dari permasalahan di atas terdapat pelajaran yang
amat sangat penting yaitu bahwasanya seorang ulama setinggi apapun tingkat
keilmuan dan kesenioritasannya tetap tidaklah ma'shum dari ketergelinciran,
karena kema'shuman hanyalah hak para nabi dan termasuk diantara prinsip utama
ahlus sunnah wal jama'ah adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam Malik
rahimahullah:
كلنا راد مردود عليه إلا رسول لله
"setiap dari kita dapat menolak sebuah ucapan
dan dapat tertolak ucapannya kecuali Rasulullah shalallahu alaihi wasallam
"
Dan Al-Haq tetaplah harus dikatakan
Ahlus sunnah wal jama'ah tidaklah mengkultuskan
seorang makhluk pun, namun begitu ahlus sunnah juga merupakan kelompok yang
pertengahan dalam bersikap dan bermuamalah terkhusus terhadap sesama ahlus
sunnah, tidak kaku lagi keras dalam
bersikap dan tidak pula lembek serta bermudah-mudahan terhadap penyelisihan
syariat.
Tidak sebagaimana kelompok Haddadiyyah beserta anak
cabangnya yaitu kelompok Hajuriyyah, maupun kelompok Buraikiyyah yang
senantiasa memanfaatkan ketergelinciran seorang alim ulama sebagai batu pijakan
untuk melemparkan celaan dan caci maki serta penyesatan kepada ulama ahlus
sunnah yang terjatuh pada sebuah kesalahan.
Dan memanfaatkan bantahan ulama antara satu dengan
lainnya sebagai wasilah untuk menikam kehormatan ulama yang lain.
Tidak pula seperti orang-orang yang plin-plan/
lembek dalam bermanhaj sehingga menutup mata terhadap penyimpangan dan membisu
dari menyuarakan kebenaran.
semoga Allah senantiasa memberikan taufiq-Nya
kepada kita untuk terus tegar meniti jalan kebenaran.
wallahu
ta'ala a'lam bisshowab.
Thulabul Ilmi Yaman