DIPERSILAHKAN MENYEBARKAN ARTIKEL BLOG DENGAN MENYERTAKAN LINK SUMBERNYA

Rabu, 16 September 2015

Menelisik Keamanahan Abu Ubaidah Iqbal (2)

 DUA JUBAH KEDUSTAAN ABU UBAIDAH IQBAL
BERLABEL PEMBAHASAN ILMIAH [1]



بسم الله الرحمن الرحيم

 : الحمد لله والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله و صحبه أجمعين أما بعد

Wahai ikhwah sekalian para pencari al-haq yang nyata, para pembenci taqlid buta,  serta pecinta kebenaran melebihi apapun juga,

Sesungguhnya termasuk diantara musibah terbesar dalam dakwah salafiyah adalah munculnya orang-orang yang berhias diri dengan keilmuan dan ketaqwaan, menampilkan diri sebagai seorang da'i pembimbing umat bertahtakan jubah kejujuran serta zuhud dan sorban keamanahan dan kemuliaan akhlaq, namun sejatinya jatidiri yang tersembunyi di baliknya tak lain hanyalah kedustaan dan kenistaan belaka.

Berkata Yahya bin Said Al-Qotthon rahimahulah,

ما رأيت الكذب في أحد أكثر منه فيمن ينسب إلى الخير و الزهد

"aku tidaklah melihat sebuah kedustaan ada pada diri seseorang yang lebih banyak dibanding pada orang-orang yang menisbahkan diri kepada kebaikan dan zuhud" [Al-Jami' li Akhlaqir Rowi]

Dan termasuk diantara golongan tersebut dia adalah Iqbal bin Damiri atau yang kerap dikenal dengan Abu Ubaidah salah seorang pemuda dari kota Cilacap.

Sebagaimana telah kita ketahui bersama tentang kedustaan dan kerendahan akhlaq seorang Iqbal dalam tulisan pada pertemuan sebelumnya terkait tindakan kejinya dalam berkhianat terhadap amanah yang telah dibebankan kepadanya,

Hal tersebut dan juga apa yang akan saya sebutkan pada pertemuan kali ini semakin menunjukkan kepada kita betapa seorang Abu Ubaidah Iqbal merupakan sosok yang lemah secara kualitas keagamaan maupun bobot keilmuan.

Tak tersamarkan lagi bagi seorang muslim terlebih seorang penuntut ilmu bahwasanya kejujuran merupakan perkara yang agung dalam syariat, dan kedustaan merupakan perkara yang tercela dan dosa besar yang dapat menyeret pelakunya ke dalam neraka, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas'ud,

و إن الكذب يهدي إلى الفجور و إن الفجور يهدي إلى النار و إن الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا 

"dan sesungguhnya kedustaan itu menghantarkan kepada kekejian dan kekejian itu menghantarkan kepada neraka, dan sungguh seseorang benar-benar berdusta sehingga ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta " [muttafaqun alaihi]

Diantara bentuk tabiat ketidakjujuran seorang Iqbal adalah tindakan rendah dia berupa pencurian karya ilmiah dan penisbatan karya tersebut sebagai hasil penelitiaan ilmiah yang dia lakukan, serta upaya pengkaburan  kepada umat agar secara langsung maupun tidak langsung dapat dipahami oleh umat bahwasanya hasil pembahasan ilmiah tersebut merupakan hasil karyanya, sehingga dengan itu umat akan terpesona olehnya.

Telah tersebar di berbagai blog serta website dakwah tentang sebuah pembahasan penelitian ilmiah tentang permasalahan fiqih aqiqoh, hingga mencapai tujuh seri dengan penulis Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri Al-Jawi.

Sesuatu yang cukup membuat ikhwah yang tahu kadar kualitas keilmuan serta bobot keagamaan Abu Ubaidah akan bertanya-tanya dalam keraguan, benarkah seorang Abu Ubaidah dapat melakukan pembahasan ilmiah semacam itu ?!

Sementara telah diketahui secara umum oleh ikhwah sejak tahun 2009 sampai akhir tahun 2014 dimana Abu Ubaidah pulang ke tanah air, hampir-hampir tidak diketahui bahwa dia menghadiri durus khosoh yang diajarkan oleh para mustafid di markiz, terlebih ilmu-ilmu alat seperti nahwu, ushul fiqh, qowaid fiqh, mustholah, aqidah, ushul tafsir, melainkan mungkin hanya hitungan jari saja, saya sendiri sebatas ingatan hanya mengingat bahwa Abu Ubaidah menghadiri dars khos hanya dars nahwu kitab tuhfatus saniyyah yang diajarkan oleh Ustadz Anis Al-Yafi'i, mayoritas durus Abu Ubaidah adalah durus umum yaitu durus syaikh Abdurrahman yang telah majruh di sisinya, toh kita berhusnudhon anggaplah mungkin kesibukan sebagai mas'ul serta posisi kursi mas'uliyyah sedikit membuatnya enggan untuk hadir di pelajaran khusus bersama-sama ikhwah yang lain atau bisa jadi dia mempelajari durus melalui kaset-kaset rekaman, tak masalah karena sejatinya tolok ukur adalah bagaimana seorang penuntut ilmu dapat memahami apa yang dia pelajari walaupun dari jalan mendengar rekaman, ya meskipun toriqoh talaqi / hadir langsung di majelis merupakan perkara yang lebih utama namun sekali lagi tolok ukur adalah husulul intifa' berupa seorang tholib dapat memahami apa yang dia pelajari, sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة

“barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk meraih ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga dengan ilmu tersebut"

Dalam hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwasanya jalan-jalan meraih ilmu begitu banyak, dalam kaidah ushul fiqih dikenal dengan kaidah isim nakiroh dalam konteks syart berfaidah umum.

"man salaka thoriqon", thoriqon isim nakiroh dalam konteks syarat yaitu "man" maka berfaedah umum, sama saja apakah dengan jalan talaqqi atau membaca, atau mendengar rekaman atau menulis atau mengadakan penelitian semuanya masuk dalam konteks keumumaman di atas.

Namun sepertinya kemungkinan tersebut adalah kecil, dikarenakan siapa pun yang duduk atau berbaur dengannya akan mengetahui bobot kualitas keilmuannya, baik itu dari sisi hafalan maupun kemampuan komunikasi bahasa arab lisan ataupun tulisan, kemampuan gramatika nahwu, serta dari sisi fiqih atau permasalahan-permasalahan yang lain akan mendapati bahwasanya Iqbal tidak mempunyai hasil ilmiah yang tampak, namun sayang perkara di atas terluputkan oleh banyak ikhwah yang datang belakangan dikarenakan tersilaukan oleh jabatan mas'ul/ ketua dewan pengurus yang sengaja dicitrakan eksklusif di mata santri.

Termasuk yang turut berpartisipasi dalam menyebarkan hasil plagiat karya pembahasan ilmiah seputar aqiqoh adalah salah satu situs dakwah salaf terkemuka salafy.or.id yang itu membuat grade serta kualitas keilmiahan situs tersebut sebagai rujukan utama dakwah salafiyah di Indonesia menjadi jatuh.

Pembahasan ilmiah itu sendiri merupakan hasil copy paste serta duplikasi mentah-mentah dari rekaman pelajaran syarah duroril mudhiah karya al-imam Asy-Syaukani bab aqiqoh rekaman nomer 85 ke atas yang diajarkan oleh asy-syaikh al-faqih Abdurrahman Al-Adeni dengan pembahasan yang ilmiah.

Pembaca yang budiman para ulama dari kalangan salaf maupun kholaf sangat mencela perbuatan semacam itu serta menghukumi pelakunya termasuk dalam jajaran pendusta yang majruh dan tidak boleh diambil ilmunya, namun apa hendak dikata, zaman kini telah banyak berubah, tolok ukur adalah bagaimana seseorang mau tunduk patuh serta mengikuti arus kepada sosok tertentu maka dapat dipastikan muluslah dakwahnya, meski secara kualitas keilmuaan sangatlah jauh dari standart kelayakan bahkan terbukti memiliki sifat khianat lagi gemar berdusta, namun walaupun harus melalui pendempulan sedemikian rupa, pakaian tazkiyah tetap akan diupayakan meski dengan jubah compang camping, Allahul musta'an...

Namun sejatinya yang mentazkiyah dan menjarh seseorang adalah amalannya sendiri bukan dari pujian serta celaan manusia kepadanya.

Untuk itu silahkan pembaca yang budiman mendengarkan rekaman suara dari asy-syaikh Abdurrahman tatkala mengajarkan pembahasan ilmiah seputar aqiqoh disini

Dan simak dengan lapang dada duplikat "pembahasan ilmiah" yang ditulis oleh seorang bernama Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri Al-Jawi yang diposting disini

Bersambung, insyaallah

21 Jumadil Uwla 1436
Abu Usamah Adam bin Sholih bin Ubaid Al-Bajani Alu Iskandar Alam

Darul Hadits Al-Fiyusy -semoga Allah melindunginya dari virus haddadiyyah dan mumayyi'ah-


Thullabul Ilmi Yaman