BERLABEL PEMBAHASAN ILMIAH [1]
بسم الله الرحمن الرحيم
: الحمد لله والصلاة و السلام على رسول الله وعلى آله و صحبه أجمعين أما بعد
Wahai ikhwah sekalian para pencari al-haq yang
nyata, para pembenci taqlid buta, serta
pecinta kebenaran melebihi apapun juga,
Sesungguhnya termasuk diantara musibah terbesar
dalam dakwah salafiyah adalah munculnya orang-orang yang berhias diri dengan
keilmuan dan ketaqwaan, menampilkan diri sebagai seorang da'i pembimbing umat
bertahtakan jubah kejujuran serta zuhud dan sorban keamanahan dan kemuliaan
akhlaq, namun sejatinya jatidiri yang tersembunyi di baliknya tak lain hanyalah
kedustaan dan kenistaan belaka.
ما رأيت الكذب في أحد أكثر منه فيمن ينسب إلى الخير و الزهد
"aku tidaklah melihat sebuah kedustaan ada
pada diri seseorang yang lebih banyak dibanding pada orang-orang yang
menisbahkan diri kepada kebaikan dan zuhud" [Al-Jami' li Akhlaqir Rowi]
Dan termasuk diantara golongan tersebut dia adalah
Iqbal bin Damiri atau yang kerap dikenal dengan Abu Ubaidah salah seorang
pemuda dari kota Cilacap.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama tentang
kedustaan dan kerendahan akhlaq seorang Iqbal dalam tulisan pada pertemuan
sebelumnya terkait tindakan kejinya dalam berkhianat terhadap amanah yang telah
dibebankan kepadanya,
Hal tersebut dan juga apa yang akan saya sebutkan
pada pertemuan kali ini semakin menunjukkan kepada kita betapa seorang Abu
Ubaidah Iqbal merupakan sosok yang lemah secara kualitas keagamaan maupun bobot
keilmuan.
Tak tersamarkan lagi bagi seorang muslim terlebih
seorang penuntut ilmu bahwasanya kejujuran merupakan perkara yang agung dalam
syariat, dan kedustaan merupakan perkara yang tercela dan dosa besar yang dapat
menyeret pelakunya ke dalam neraka, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda sebagaimana dalam hadits Ibnu
Mas'ud,
"dan sesungguhnya kedustaan itu menghantarkan
kepada kekejian dan kekejian itu menghantarkan kepada neraka, dan sungguh
seseorang benar-benar berdusta sehingga ditulis di sisi Allah sebagai seorang
pendusta " [muttafaqun alaihi]
Diantara bentuk tabiat ketidakjujuran seorang Iqbal
adalah tindakan rendah dia berupa pencurian karya ilmiah dan penisbatan karya
tersebut sebagai hasil penelitiaan ilmiah yang dia lakukan, serta upaya
pengkaburan kepada umat agar secara
langsung maupun tidak langsung dapat dipahami oleh umat bahwasanya hasil
pembahasan ilmiah tersebut merupakan hasil karyanya, sehingga dengan itu umat
akan terpesona olehnya.
Telah tersebar di berbagai blog serta website
dakwah tentang sebuah pembahasan penelitian ilmiah tentang permasalahan fiqih
aqiqoh, hingga mencapai tujuh seri dengan penulis Abu Ubaidah Iqbal bin Damiri
Al-Jawi.
Sesuatu yang cukup membuat ikhwah yang tahu kadar
kualitas keilmuan serta bobot keagamaan Abu Ubaidah akan bertanya-tanya dalam
keraguan, benarkah seorang Abu Ubaidah dapat melakukan pembahasan ilmiah
semacam itu ?!
Sementara telah diketahui secara umum oleh ikhwah
sejak tahun 2009 sampai akhir tahun 2014 dimana Abu Ubaidah pulang ke tanah
air, hampir-hampir tidak diketahui bahwa dia menghadiri durus khosoh yang diajarkan oleh para mustafid di markiz, terlebih
ilmu-ilmu alat seperti nahwu, ushul fiqh, qowaid fiqh, mustholah, aqidah, ushul
tafsir, melainkan mungkin hanya hitungan jari saja, saya sendiri sebatas
ingatan hanya mengingat bahwa Abu Ubaidah menghadiri dars khos hanya dars nahwu
kitab tuhfatus saniyyah yang diajarkan oleh Ustadz Anis Al-Yafi'i, mayoritas
durus Abu Ubaidah adalah durus umum yaitu durus syaikh Abdurrahman yang telah
majruh di sisinya, toh kita berhusnudhon anggaplah mungkin kesibukan sebagai
mas'ul serta posisi kursi mas'uliyyah sedikit membuatnya enggan untuk hadir di
pelajaran khusus bersama-sama ikhwah yang lain atau bisa jadi dia mempelajari
durus melalui kaset-kaset rekaman, tak masalah karena sejatinya tolok ukur
adalah bagaimana seorang penuntut ilmu dapat memahami apa yang dia pelajari
walaupun dari jalan mendengar rekaman, ya meskipun toriqoh talaqi / hadir
langsung di majelis merupakan perkara yang lebih utama namun sekali lagi tolok
ukur adalah husulul intifa' berupa seorang tholib dapat memahami apa yang dia pelajari,
sebagaimana Rasulullah shalallahu alaihi
wa sallam bersabda,
من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة
“barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk meraih
ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga dengan ilmu tersebut"
Dalam hadits di atas menunjukkan kepada kita
bahwasanya jalan-jalan meraih ilmu begitu banyak, dalam kaidah ushul fiqih
dikenal dengan kaidah isim nakiroh dalam konteks syart berfaidah umum.
"man
salaka thoriqon", thoriqon isim
nakiroh dalam konteks syarat yaitu "man" maka berfaedah umum, sama saja apakah dengan jalan talaqqi atau membaca, atau mendengar
rekaman atau menulis atau mengadakan penelitian semuanya masuk dalam konteks
keumumaman di atas.
Namun sepertinya kemungkinan tersebut adalah kecil,
dikarenakan siapa pun yang duduk atau berbaur dengannya akan mengetahui bobot
kualitas keilmuannya, baik itu dari sisi hafalan maupun kemampuan komunikasi
bahasa arab lisan ataupun tulisan, kemampuan gramatika nahwu, serta dari sisi
fiqih atau permasalahan-permasalahan yang lain akan mendapati bahwasanya Iqbal
tidak mempunyai hasil ilmiah yang tampak, namun sayang perkara di atas
terluputkan oleh banyak ikhwah yang datang belakangan dikarenakan tersilaukan
oleh jabatan mas'ul/ ketua dewan
pengurus yang sengaja dicitrakan eksklusif di mata santri.
Termasuk yang turut berpartisipasi dalam
menyebarkan hasil plagiat karya pembahasan ilmiah seputar aqiqoh adalah salah
satu situs dakwah salaf terkemuka salafy.or.id yang itu membuat grade serta
kualitas keilmiahan situs tersebut sebagai rujukan utama dakwah salafiyah di
Indonesia menjadi jatuh.
Pembahasan ilmiah itu sendiri merupakan hasil copy
paste serta duplikasi mentah-mentah dari rekaman pelajaran syarah duroril
mudhiah karya al-imam Asy-Syaukani bab aqiqoh rekaman nomer 85 ke atas yang
diajarkan oleh asy-syaikh al-faqih Abdurrahman Al-Adeni dengan pembahasan yang
ilmiah.
Pembaca yang budiman para ulama dari kalangan salaf
maupun kholaf sangat mencela perbuatan semacam itu serta menghukumi pelakunya
termasuk dalam jajaran pendusta yang majruh dan tidak boleh diambil ilmunya,
namun apa hendak dikata, zaman kini telah banyak berubah, tolok ukur adalah
bagaimana seseorang mau tunduk patuh serta mengikuti arus kepada sosok tertentu
maka dapat dipastikan muluslah dakwahnya, meski secara kualitas keilmuaan
sangatlah jauh dari standart kelayakan bahkan terbukti memiliki sifat khianat
lagi gemar berdusta, namun walaupun harus melalui pendempulan sedemikian rupa,
pakaian tazkiyah tetap akan diupayakan meski dengan jubah compang camping, Allahul
musta'an...
Namun sejatinya yang mentazkiyah dan menjarh
seseorang adalah amalannya sendiri bukan dari pujian serta celaan manusia
kepadanya.
Untuk itu silahkan pembaca yang budiman mendengarkan rekaman suara dari asy-syaikh Abdurrahman tatkala mengajarkan pembahasan ilmiah seputar aqiqoh disini
Dan simak dengan lapang dada duplikat
"pembahasan ilmiah" yang ditulis oleh seorang bernama Abu Ubaidah
Iqbal bin Damiri Al-Jawi yang diposting disini
Bersambung, insyaallah…
21 Jumadil
Uwla 1436
Abu Usamah Adam bin Sholih bin Ubaid Al-Bajani Alu
Iskandar Alam
Darul Hadits Al-Fiyusy -semoga Allah melindunginya
dari virus haddadiyyah dan mumayyi'ah-
Thullabul Ilmi
Yaman